Dasar-dasar Pengenalan Ilmu hadits


موجز لأساسيات العلوم مقدمة من هذا الحديث هو نسخة من ملخص لدراسة إحسان أبو Ustadz آل atsary في طوكيو. نأمل هذا الملخص المفيد للمسلمين كما لمسة في بداية الدراسة والحب وتراث ثمين من shollollahu'alaihiwasallam النبي هو علم الحديث.

واصفا الحديث pensyarah kemujmalan (keglobalan) سورة القرآن. على سبيل المثال في القرآن هناك أمر لأداء الصلاة ، ولكن ليس في شرح كيفية القيام للصلاة. يمكن لجميع القوانين المتعلقة الصلاة كما في أوقات الصلاة ، وأركان الصلاة ، وحركات الصلاة ، وتبطل الصلاة ، وغيرها من القوانين نجد التفسير في shollollahu'alaihiwasallam النبي الحديث.

المواد الواردة في هذه الورقة مناقشة يركز فقط على المصطلحات في علم الحديث. من خلال معرفة هذه الشروط يمكن أن تساعد المسلمين الذين يلقون في العلم الحديث لفهم الكتب من (العلماء) أهل اعجاز ILM. العلم الحديث هو علم واسع جدا والعلمية. لذلك ، فإنه لا يكفي أن تعرف فقط هذه الشروط ، ولكن إذا كنت ترغب في استكشاف علم بذلك ، ILM tholabul (الدينية المدعي المعرفة) يجب تجهيز مع تقدم العلوم أصول ، مثل اللغة العربية (Nahwu ، shorof وbalaghoh) والتوحيد ، Mustholahul الحديث ، وأصول التفسير وأصول الفقه.

نأمل هذه المادة وجيزة تحفيز لنا جميعا لمواصلة علوم الدين واجب على المسلمين. لذلك نحن لا نتحدث عن القضايا الدينية مع الغباء ، لأنه في كثير من الأحيان أجد الناس أغبياء عدد الذين يتحدثون عن الدين هراء دون مشاكل على أساس المعرفة والفهم الحقيقي. الناس أغبياء التي تعتقد بغرور فلان وفلان عن الدين وإنكار الحقيقة التي تأتي مع دليل (وسيطة) لهم. نعلم أن هذا الدين هو مشتق مع الوحي من subhanahuwata'ala Robbul "الله العلمين ، ويستند أيضا على ديننا الوحي (القرآن والسنة) ، ولذلك يجب علينا أن الأولوية الوحي مقارنة السبب في مناقشة المسائل الدينية.
RINGKASAN DASAR-DASAR PENGENALAN ILMU HADITS (Bagian 1)
KATA PENGANTAR


Ringkasan dasar-dasar pengenalan ilmu hadits ini adalah merupakan salinan ringkas dari kajian Ustadz Abu Ihsan Al-atsary di Tokyo. Semoga ringkasan ini bermanfaat bagi kaum muslimin sebagai sentuhan awal dalam mempelajari dan mencintai warisan berharga dari Rasulullah shollollahu’alaihiwasallam yaitu ilmu Hadits.

Hadits adalah pensyarah yang menjelaskan kemujmalan (keglobalan) Al-qur’an. Misalnya di dalam Al-qur’an ada perintah untuk mengerjakan sholat, akan tetapi di dalamnya tidak dijelaskan bagaimana cara mengerjakan sholat. Semua hukum-hukum yang berkaitan dengan sholat seperti waktu sholat, rukun-rukun sholat, gerakan-gerakan sholat, pembatal-pembatal sholat, dan hukum-hukum lainnya dapat kita temukan penjelasannya di dalam Hadits Rasulullah shollollahu’alaihiwasallam.

Materi di dalam tulisan ini hanya memfokuskan pembahasan pada istilah-istilah dalam ilmu Hadits. Dengan mengetahui istilah-istilah tersebut semoga dapat membantu kaum muslimin yang awam dalam ilmu Hadits memahami buku-buku karangan para ahlul ilm (ulama). Ilmu Hadits adalah ilmu yang sangat luas dan ilmiah. Oleh karena itu, tidak cukup dengan hanya mengetahui istilah-istilahnya, akan tetapi jika ingin mendalami ilmu ini, seorang tholabul ilm (penuntut ilmu agama) hendaknya membekali dengan ilmu-ilmu ushul terlebih dahulu, seperti bahasa arab (nahwu, shorof, dan balaghoh), Tauhid, Mustholahul Hadits, ushul tafsir, dan ushul fiqh.

Semoga tulisan ringkas ini memotivasi kita semua untuk menekuni ilmu agama yang merupakan kewajiban bagi kaum muslimin. Sehingga kita tidak berbicara mengenai masalah agama ini dengan kebodohan, karena sering kali saya temukan berapa banyak orang-orang bodoh yang berbicara ngawur tentang permasalahan agama tanpa dilandasi dengan ilmu dan pemahaman yang benar. Orang-orang bodoh tersebut dengan sombongnya berpendapat begini dan begitu tentang agama serta menolak kebenaran yang datang dengan hujjah (argumentasi) kepada mereka. Ketahuilah bahwa agama ini diturunkan dengan wahyu dari Robbul ‘alamin Allah subhanahuwata’ala, dan kita beragama juga dilandasi dengan wahyu (Al-qur’an dan Sunnah), sehingga kita wajib mendahulukan wahyu dibandingkan dengan akal dalam membahas masalah-masalah keagamaan.

PENDAHULUAN


1) Pada awalnya Rasulullah shollollahu’alaihiwasallam melarang para sahabat menuliskan Hadits, karena dikhawatirkan akan bercampur-baur penulisannya dengan Al-qur’an.

2) Perintah untuk menuliskan Hadits yang pertama kali adalah oleh khalifah Umar bin abdul aziz. Beliau menulis surat kepada gubernurnya di Madinah yaitu Abu bakar bin Muhammad bin amr hazm al-alsory untuk membukukan Hadits.

3) Ulama yang pertama kali mengumpulkan Hadits adalah Ar-robi bin sobiy dan Said bin abi arobah, akan tetapi pengumpulan Hadits tersebut masih acak (tercampur antara yang sohih dengan, dhoif, dan perkataan para sahabat.

4) Pada kurun ke-2 imam Malik menulis kitab Al-muwatho di Madinah, di Makkah Hadits dikumpulkan oleh Abu muhammad abdul malik bin ibnu juraiz, di Syam oleh imam Al-auza i, di Kuffah oleh Sufyan at-tsauri, di Basroh oleh Hammad bin salamah.

5) Pada awal abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab-kitab musnad (seperti musnad Na’im ibnu hammad).

6) Pada pertengahan abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab shohih Bukhori dan Muslim.

PEMBAHASAN

Ilmu Hadits :
ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak.

Hadits :
Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah shollollahu’alaihiwasallam, berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat (lahiriyah dan batiniyah).

Sanad :
Mata rantai perawi yang menghubungkannya ke matan.

Matan :
Perkataan-perkataan yang dinukil sampai ke akhir sanad.

PEMBAGIAN HADITS

Dilihat dari konsekuensi hukumnya :

1) Hadits Maqbul (diterima) : terdiri dari Hadits sohih dan Hadits Hasan
2) Hadits Mardud (ditolak) : yaitu Hadits dhoif

Penjelasan :

HADITS SOHIH :
Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini :

§ Sanadnya bersambung (telah mendengar/bertemu antara para perawi).
§ Melalui penukilan dari perawi-perawi yang adil.

Perawi yang adil adalah perawi yang muslim, baligh (dapat memahami perkataan dan menjawab pertanyaan), berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan dan rusaknya kehormatan (contoh-contoh kefasikan dan rusaknya kehormatan adalah seperti melakukan kemaksiatan dan bid’ah, termasuk diantaranya merokok, mencukur jenggot, dan bermain musik).
§ Tsiqoh (yaitu hapalannya kuat).
§ Tidak ada syadz
(syadz adalah seorang perawi yang tsiqoh menyelisihi perawi yang lebih tsiqoh darinya.
§ Tidak ada illat atau kecacatan dalam Hadits

Hukum Hadits sohih : dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

HADITS HASAN :
Yaitu Hadits yang apabila perawi-perawinya yang hanya sampai pada tingkatan soduq (tingkatannya berada dibawah tsiqoh).

Soduq : tingkat kesalahannya 50: 50 atau di bawah 60% tingkat ke tsiqoan-nya.

Soduq bisa terjadi pada seorang perawi atau keseluruhan perawi pada rantai sanad.

Para ulama dahulu meneliti tingkat ketsiqo-an seorang perawi adalah dengan memberikan ujian, yaitu disuruh membawakan 100 hadits berikut sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu menyebutkan lebih dari 60 hadits (60%) dengan benar maka sang perawi dianggap tsiqoh.

Hukum Hadits Hasan : dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

HADITS HASAN SHOHIH
Penyebutan istilah Hadits hasan shohih sering disebutkan oleh imam Thirmidzi. Hadits hasan shohih dapat dimaknai dengan 2 pengertian :
§ Imam Thirmidzi mengatakannya karena Hadits tersebut memiliki 2 rantai sanad/lebih. Sebagian sanad hasan dan sebagian lainnya shohih, maka jadilah dia Hadits hasan shohih.
§ Jika hanya ada 1 sanad, Hadits tersebut hasan menurut sebagian ulama dan shohih oleh ulama yang lainnya.

HADITS MUTTAFAQQUN ‘ALAIHI
Yaitu Hadits yang sepakat dikeluarkan oleh imam Bukhori dan imam Muslim pada kitab shohih mereka masing-masing.

TINGKATAN HADITS SHOHIH

§ Hadits muttafaqqun ‘alaihi
§ Hadits shohih yang dikeluarkan oleh imam Bukhori saja
§ Hadits shohih yang dikeluarkan oleh imam Muslim saja
§ Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhori dan Muslim, serta tidak dicantumkan pada kitab-kitab shohih mereka.
§ Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhori
§ Hadits yang sesuai dengan syarat Muslim
§ Hadits yang tidak sesuai dengan syarat Bukhori dan Muslim

Syarat Bukhori dan Muslim : perawi-perawi yang dipakai adalah perawi-perawi Bukhori dan Muslim dalam shohih mereka.

HADITS DHOIF
Hadits yang tidak memenuhi salah satu/lebih syarat Hadits shohih dan Hasan.

Hukum Hadits dhoif : tidak dapat diamalkan dan tidak boleh meriwayatkan Hadits dhoif kecuali dengan menyebutkan kedudukan Hadits tersebut.

0 comments: